Dr. Phil Peter Schmiedel saat memaparkan materinya mengatakan, nilai-nilai Islam dapat diterapkan ke seluruh dunia agar tercipta ekonomi yang bermoral dan berkeadilan. Perbincangan mengenai perlunya sistem moral dan etika dalam berbisnis itu
dibahas dalam Seminar dan Lokakarya “Sharia Economics” dengan tema “Economic and Business Ethnic in Islam and Western Civilization: Contribution to Global
Business Governance After Crisis”.
Kegiatan yang digagas Pusat Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi (FE) Unpad tersebut berlangsung Rabu (2/09) di Ruang Multimedia FE Unpad dan dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai instansi. “Penelitian yang dilakukan Jeffrey Seglin dalam artikelnya berjudul Do It Right pada November 2001 menyebutkan bahwa perusahaan yang mengedepankan etika dan moral dalam berbisnis lebih berhasil dibanding perusahaan yang hanya mengejar profit. Dari penelitian tersebut jelas bahwa etika dalam melakukan kegiatan ekonomi harus menjadi suatu kebutuhan,” ungkap salah satu pembicara, Yunizar, Ph.D. yang juga merupakan dosen FE Unpad.
Ia menyebut bahwa selama abad 20, tidak kurang dari 32 krisis ekonomi global melanda dunia. Menurutnya, krisis ekonomi global yang melanda dunia sangat dimungkinkan oleh praktik-praktik bisnis yang tidak mengedepankan moral sebagai sistem nilai. “Dengan kata lain, krisis yang terjadi lebih disebabkan semakin jauhnya praktik-praktik bisnis dari nilai dan aturan Ilahi,” tuturnya. Dalam paparannya berjudul “Relevansi Etika Bisnis dalam Bisnis Global: Perspektif Islam”, Yunizar, Ph.D. mengungkapkan bahwa pentingnya etika dalam berbisnis semakin meluas sebagai respon terhadap gelombang skandal korporasi dari tahun 1980 hingga sekarang. “Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan tuntunan dalam bermualamah atau berbisnis. Tuntutan tersebut diperlihatkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam setiap aspek kehidupan,” kata Yunizar, Ph.D. Ia mengungkapkan empat prinsip berbisnis yang pernah dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Prinsip pertama adalah mendapatkan penghasilan halal dengan usaha sendiri. Prinsip kedua adalah tidak berbisnis barang dan perdagangan yang terlarang, prinsip ketiga adalah selalu bersikap baik dalam hubungan dagang, dan prinsip keempat adalah adanya persetujuan antara pembeli dan pedagang.
Bukan Meng-Islamkan
Pengamat ekonomi asal Jerman, mengungkapkan bahwa diterapkannya prinsip ekonomi Islam yang bermoral dan beretika dalam berbisnis bukan berarti meng-Islamkan dunia. Menurutnya, digunakannya ekonomi Islam hanya untuk mengeneralisasikan nilai etika dan norma objektif dalam Islam. “Saya tidak menyebut bahwa dengan ekonomi Islam berarti membuat semua orang di dunia memeluk agama Islam. Yang saya maksud adalah nilai-nilai Islam dapat diambil oleh semua orang, sehingga menghasilkan kehidupan ekonomi yang bermoral dan berkeadilan,” ungkap Dr. Peter yang merupakan non-muslim.
Sementara itu, pembicara lainnya, Izzuddin Abdul Manaf, Lc. MA. menilai bahwa sistem ekonomi yang berlandaskan Islam sangat minim risiko dibanding sistem ekonomi konvensional. Hal tersebut, kata Izzuddin, dikarenakan dalam Islam diterapkan sejumlah hukum dan ketentuan yang tidak dimiliki dalam sistem ekonomi konvensional. “Misalnya tidak menjual sesuatu yang belum ada dalam penguasaan atau sesuatu yang tidak dimiliki,” lanjut Izzuddin yang juga dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Sebi, Ciputat. (Laporan oleh: Ratih Anbarini)Data di ambil dari : http://konsultasimuamalat.wordpress.com/2010/03/26/prinsip-ekonomi-islam-utamakan-moral-dan-etika-dalam-berbisnis/
0 komentar:
Posting Komentar